Faktor internal yang memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan dapat dibedakan atas faktor intraseluler dan faktor interseluler.
Faktor intraseluler adalah faktor dari dalam sel, berupa
gen yang memengaruhi
sifat tumbuhan dan memberikan potensi bagi tumbuhan
untuk tumbuh dan berkembang. Adapun
faktor interseluler
adalah
faktor dari
luar sel (tetapi masih dalam tumbuhan tersebut), berupa zat tumbuh
atau disebut juga hormon. Kali ini akan
dibahas lebih dalam mengenai faktor interseluler yang memengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan.
Adapun faktor intraseluler tidak
dibahas lebih dalam karena sudah tercakup dalam bahasan pola pewarisan
sifat.
Para ahli botani telah lama mengetahui
bahwa satu bagian tumbuhan dapat memengaruhi bagian tumbuhan lain.
Contohnya, menghilangkan ujung pucuk umumnya merangsang pertumbuhan tunas ketiak
daun; biji biasanya
berkecambah lebih cepat jika dipisahkan dari buahnya. Pengaruh
ini sering dikaitkan dengan hormon tumbuhan atau zat pengatur tumbuh, yaitu molekul organik yang dihasilkan oleh satu bagian
tumbuhan dan ditransportasikan ke bagian lain
yang dipengaruhinya.
Terdapat lima kelompok hormon tumbuhan,
yaitu auksin, giberelin, sitokinin, asam absisat, dan gas etilen. Kelima jenis hormon tersebut
memiliki kelebihan dan pengaruh yang
berbeda-beda terhadap sel-sel pada jaringan. Misalnya, auksin dapat
merangsang pembesaran sel, sedangkan sitokinin dapat merangsang
pembelahan sel.
Hormon tumbuhan tidak spesifik seperti
hormon hewan. Bahkan mungkin tidak ada satu fase pertumbuhan tumbuhan yang hanya
dipengaruhi oleh satu jenis hormon. Pengaruh
hormon tumbuhan tidak spesifik dan dipengaruhi oleh hormon lain dan molekul lain.
Berikut
ini tabel
fungsi utama beberapa hormon tumbuhan
Sekitar tahun 1880, Charles Darwin dan putranya Francis Darwin, melakukan penelitian awal tentang fototropisme. Fototropisme adalah pertumbuhan tumbuhan menuju sumber cahaya. Darwin mencoba
mengungkap pertanyaan, mengapa tumbuhan tumbuh menuju sumber cahaya. Mereka
meneliti koleoptil rumput kenari (Phalaris canariensis) dan gandum (Avena
sativa). Mereka menyimpulkan bahwa pertumbuhan koleoptil menuju cahaya
dikendalikan oleh koleoptil
Beberapa tahun kemudian pada 1913, seorang ahli botani Denmark, Peter Boysen-Jensen, menguji
penelitian Darwin. Penelitiannya menegaskan bahwa fototropisme disebabkan oleh
zat kimia yang dapat berpindah tempat Akhirnya pada 1926, Frits Went, seorang peneliti dari
Belanda memodifikasi penelitian Boysen-Jensen dan berhasil mengekstrak zat
pengatur fototropisme pada tumbuhan rumput. Zat tumbuh atau hormon ini diberi
nama auksin. Secara kimiawi, auksin ini bernama indolacetic acid (IAA).
Setelah banyak penelitian tentang hormon, diketahui bahwa IAA ditemukan pada
banyak tumbuhan.
IAA merupakan salah satu senyawa auksin alami. Terdapat beberapa auksin alami
lain yang ditemukan pada tumbuhan, yaitu 4-chloro-IAA dan phenylacetic acid,
namun, mereka lebih tidak aktif dibandingkan IAA.
Selain auksin alami, terdapat juga auksin sintetis, yakni 2,4 D (2,4 dichlorophenoxyacetic
acid) dan NAA (naphthaleneacetic acid).
IAA bergerak melalui sel-sel parenkim di korteks dan jaringan pembuluh. Pada
batang, IAA bergerak secara basipetal,
artinya IAA bergerak menuju dasar, bahkan jika batang dibalikkan. Pada akar,
IAA bergerak secara akropetal,
artinya bergerak menuju pucuk. Pengaruh auksin terhadap pertumbuhan dan
perkembahan adalah sebagai berikut.
1) Merangsang pemanjangan sel pada kecambah rumput dan tumbuhan herba.
Penyebaran auksin pada batang tidak merata sehingga daerah dengan banyak auksin
mengalami pemanjangan sel dan membuat batang membengkok.
2) Merangsang pembentukan akar
3) Merangsang pembentukan buah tanpa biji
4) Merangsang diferensiasi jaringan pembuluh sehingga merangsang pertumbuhan
diameter batang
5) Merangsang absisi (pengguguran daun)
6) Berperan dalam dominansi apikal, yaitu keadaan pertumbuhan batang terus ke
atas dan tidak menghasilkan cabang. Jika ujung batang dipotong, dominansi
apikal akan hilang dan tumbuhan menghasilkan cabang dari tunas ketiak.
Auksin merangsang pemanjangan sel pada konsentrasi tertentu. Rentang
konsentrasi ini berbeda pada akar dan batang. Jika konsentrasi auksin terlalu
tinggi, pemanjangan akar dan batang akan terhambat. Karena hal itu, auksin
konsentrasi tinggi dapat digunakan sebagai herbisida
Akhirnya E. Kurosawa berhasil mengisolasi zat yang dihasilkan jamur Gibberella
yang menyebabkan penyakit tersebut. Zat ini dinamakan giberelin.
Lebih dari delapan jenis
giberelin telah didapatkan dari berbagai jamur dan tumbuhan. Penamaan giberelin
disingkat GA (gibberellic acid) dan diberi nomor. Contohnya, GA3 adalah
giberelin yang didapat dari jamur Gibberella fujikuroi dan paling banyak
dipelajari.
Giberelin terdapat pada tumbuhan angiospermae, gymnospermae, lumut, tumbuhan
paku, dan jamur. Dalam angiospermae, giberelin terdapat pada biji muda, pucuk
batang, ujung akar, dan daun muda. Giberelin ditransportasikan ke seluruh
bagian tumbuhan melalui xilem dan floem.
Terdapat beberapa pengaruh giberelin terhadap tumbuhan, yaitu:
1) merangsang pemanjangan batang dan pembelahan sel;
2) merangsang perkecambahan biji dan memecah dormansi biji;
3) merangsang perbungaan dan pembentukan buah
endospermae buah kelapa yang banyak mengandung asam nukleat.
Kemudian pada 1950, Folke Skoog dan
siswanya, Carlos Miller mencampurkan
DNA sperma ikan hering pada kultur jaringan tembakau. Sel-sel kultur jaringan
tersebut mulai membelah diri.
Setelah sekian lama melakukan percobaan, Skoog dan Miller berhasil mengisolasi
zat yang menyebabkan pembelahan sel. Zat ini dinamai kinetin. Adapun kelompok
zat kinetin ini disebut sitokinin karena
zat tersebut merangsang pembelahan sel (sitokinesis).
Selain kinetin, ditemukan juga sitokinin lain, seperti zeatin (dari jagung),
zeatin ribosida, dan BAP (6 benzilaminopurin). Sitokinin diisolasi dari
tumbuhan angiospermae, gymnospermae, lumut, dan tumbuhan paku.
Pada angiospermae, sitokinin banyak terdapat pada biji, buah, dan daun muda.
Sitokinin ditransportasikan melalui xilem, floem, dan sel parenkim.
Sitokinin memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan, antara lain:
1) bersama auksin mengatur pembelahan sel, pembentukan sistem tajuk dan sistem
akar;
2) merangsang pembelahan sel dan pembesaran kotiledon;
3) memengaruhi organogenesis (pembentukan organ);
4) menghambat kerusakan klorofil pada daun gugur;
5) merangsang pembentukan tunas batang
Etilen dibuat tumbuhan dan menyebabkan pematangan yang lebih cepat
pada banyak buah, termasuk pisang. Pembentukan gas etilen memerlukan O2 dan
dihambat oleh CO2.
Semua bagian tumbuhan angiospermae dapat menghasilkan gas etilen.
Pembentukannya terutama terjadi di akar, meristem apikal pucuk, modus, bunga
yang gugur, dan buah matang. Gas etilen memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan
dan perkembangan, di antaranya sebagai berikut.
1) Pematangan buah. Para pedagang sering menyimpan buah dalam wadah yang diberi
gas CO2 pada saat pengiriman agar buah lebih lama matang dan matang setelah
sampai tujuan. Terkadang pedagang memeram buah matang dengan buah yang baru
agar cepat matang.
2) Gas etilen menghambat perbungaan pada banyak tumbuhan. Akan tetapi, pada
beberapa jenis tumbuhan, gas etilen merangsang perbungaan. Contohnya pada pohon
mangga dan nanas.
3) Merangsang absisi (pengguguran daun).
4) Bersama giberelin menentukan ekspresi organ kelamin tumbuhan, contohnya pada
mentimun.
Penemuan berbagai hormon tumbuhan memberikan jalan baru untuk menjelaskan
pertumbuhan dan perkembangan. Para ilmuwan menduga bahwa ada zat atau hormon
tumbuhan lain yang tidak hanya merangsang, tetapi menghambat pertumbuhan dan
perkembangan. Pada sekitar 1940-an Torsten
Hemberg dari Swedia melaporkan adanya zat inhibitor (penghambat) yang
mencegah efek IAA terhadap dormansi tunas kentang. Hemberg memberi nama zat
penghambat ini dormin, karena pengaruhnya terhadap dormansi tunas.
Pada awal 1960, Philip Woreing meneliti
temuan Hemberg. Ia melaporkan bahwa pemberian dormin dapat menginduksi
dormansi. Pada waktu yang sama, F.T.
Addicott menemukan zat yang merangsang absisi
buah tanaman kapas. Ia memberi nama zat ini abscisin. Para ahli botani terkejut
mengetahui bahwa dormin dan abscisin adalah zat yang sama. Zat ini
kemudian diberi nama asam absisat atau ABA.
Asam absisat terdapat pada angiospermae, gymnospermae, dan lumut tetapi tidak
pada lumut hati. ABA bergerak ke seluruh bagian tumbuhan melalui xilem, floem,
dan parenkim. Tidak terdapat ABA sintetik. ABA
memiliki beberapa pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan, di antaranya
sebagai berikut.
1) Mengatur dormansi tunas dan biji
2) ABA memiliki pengaruh yang berlawanan dengan hormon tumbuhan lain. Misalnya,
ABA menghambat produksi amilase pada biji yang diberi giberelin. ABA juga
menghambat pemanjangan dan pertumbuhan sel yang dirangsang oleh IAA.
3) Menyebabkan penutupan stomata
4) Meskipun ABA menghambat pertumbuhan, tetapi tidak bersifat racun terhadap
tumbuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar